Showing you care .....

Knowing you are giving comfort and strength to the loved ones left behind should quell any concerns you may have about the exact wording of the message...........

Monday, April 11, 2005

Nyari Alamat di Indonesia dan Jepang

Hari Minggu lalu, aku dan hubby pergi ke acara keluarga dan sebelumnya kita belum pernah ke sana, udah nyari-nyari alamatnya kok ya gak nemu-nemu, malah kok sampai bolak - balik di jalan yang sama tapi dari arah yang berlainan.......puufff.......

Sungguh, bukan hal yang mudah, untuk mencari suatu alamat yang belum kita kenal di Indonesia. Kita perlu banyak menyediakan waktu dan tenaga, bahkan bahan bakar bila dalam mencari alamat kita memakai kendaraan, karena harus sering-sering bertanya ke orang-orang yang kita temui di jalan, hingga dapat menemukan alamat yang kita cari. Jepang sejak 1962 telah membuat UU standardisasi alamat yang berlaku secara nasional, yang bisa kita tiru. Dengan adanya standar alamat, maka berapa banyak energi yang akan bisa dihemat, betapa lebih cepat & efisiennya servis distribusi surat dan paket akan dapat sampai ke tujuan.

Pernah ada rombongan kantor telekomunikasi dari Indonesia, studi banding ke sebuah kantor pos di daerah pedesaan di Jepang (rural area), tepatnya di daerah Hakone-Yumoto, kabupaten (prefecture) Kanagawa, di Barat Laut Tokyo, Jepang. Rombongan ini kebetulan didampingi seorang teman yang sedang kuliah di jepang, studi banding ini sedang mengerjakan riset value-added kepada pak pos pengantar surat, agar dapat menjadi penjemput (pick-off) dan pengantar (delivery) surat-elektronik (e-mail), faks, koran internet dsb, dari jaringan global internet ke blank-spot yang belum ada akses internetnya.

Dibandingkan dengan menarik kabel telepon/internet dari kota ke desa untuk meng-online-kan desa ke dunia global internet, yang memerlukan beaya tidak sedikit; hanya dengan menambahkan servis yang lain kepada pak pos pengantar surat untuk menjadi pengangkut surat-surat dan file-file elektronik secara off-line, maka desa-desa yang blank-spot akan dapat terhubungkan ke internet. Keberadaan pak pos yang setiap hari keliling ke desa-desa, menjadi alternatif yang menarik, dan cukup murah. Proyek ini dibeayai oleh Asia Pasific Telecommunication (APT), sebuah konsorsium di Asia Pasific yang anggotanya adalah para penyedia jasa telekomunikasi di negara-negara Asia Pasifik. Jepang menjadi penyandang dana terbesar di APT.

Salah seorang peneliti di grup adalah pegawai HRD Pos Indonesia, bertanya kepada wakil kepala kantor pos kecil di Hakone-Yumoto tersebut, tentang berapa banyak surat yang dapat diantarkan oleh seorang tukang pos dalam sehari? Rata-rata 600 hingga 700 surat (Pos Jepang). Pegawai pos Indonesia menggeleng-gelengkan kepala, terkagum-kagum. Wakil kepala pos, yang bernama Mr.Tachibana, penasaran dengan gelengan kepala pegawai HRD pos Indonesia tersebut, "Kalau pak pos di Indonesia, berapa bisa diantarkannya dalam sehari?" Wakil kepala pos balik bertanya. "Hanya sekitar 200 surat (Pos Indonesia)," kata pegawai pos tsb dengan muka sedikit ditekuk, karena merasa minder, sungguh tak bisa menjadi bahan pembanding.

Padahal, pak pos Jepang mengantar surat hanya 2 jam, dari jam 10:00 s.d. 12:00. 8:00-10:00 mereka memilah-milah surat yang akan diantarkan hari itu. Jam 12:00-13:00 dia istirahat makan siang di kantor pos, setelah itu mereka mengurusi premi asuransi dan tabungan atau servis-servis yang lain dengan mendatangi rumah-rumah, yang tadi pagi didatangi saat mengantar surat.

Ketika ditanya kenapa hanya sebanyak 200 surat dan dia menjelaskan, bahwa alamat di Indonesia belum tersistemkan dengan baik. Belum ada standar pengalamatan. Apalagi UU alamat. Sering pemda membuat peraturan baru tentang alamat, sehingga pak pos pun bingung saat mencari alamat tujuan surat. Oh, ternyata banyak kehilangan waktu (lost-time) di proses pencarian alamat.

Bahkan Gunther W. Holtorf, pembuat peta Jakarta terlengkap di dunia, mengakui bahwa sistem penomoran rumah di Jakarta pun tak beraturan. Sebagai contoh, di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, ada 6 rumah yang memiliki nomor sama (no.5)! Bayangkan, betapa sulit dan bingungnya tukang pos atau kurir saat mengantarkan surat atau barang, yang manakah yang memang berhak menerimanya, kata Holtorf.

Aku yakin bukan hanya di Jakarta saja, tetapi juga terjadi di kota-kota lain di Indonesia! Aturan penomoran rumah yang relatif sudah baik, mungkin baru berjalan di kompleks perumahan-perumahan baru, karena sejak awal pengembang memang perlu memberi nomor yang berbeda, untuk rumah yang bentuknya sama atau mirip itu. Tetapi itu pun belum terstandarkan secara nasional.


UU Standar Alamat di Jepang

  1. Teknis aturan di lapangan atas UU pengalamatan di Jepang adalah sebagai berikut:Nama desa/kelurahan adalah yang mudah diucapkan dan sedapat mungkin mempunyai ikatan sejarah dengan masyarakat setempat. Sedangkan batas-batas desa/kelurahan adalah jalan, rel, sungai atau batas-batas lain, yang dalam jangka waktu lama tidak mudah berubah. Di Indonesia pun aturan ini sudah dilaksanakan. Semua desa dan kelurahan mempunyai batas yang jelas.
  2. Desa/kelurahan dibagi dalam satuan blok. Di Indonesia pun sudah dibagi-bagi ke dalam RW dan RT.
  3. Setiap blok dibagi lagi dalam satuan yang lebih kecil menjadi kapling dengan lebar 5 atau 10 meter (bisa disesuaikan dengan kondisi daerah). Penomoran kapling dimulai dari tanah yang paling atas sebelah kiri, memutar searah jarum jam. Sedangkan nomor rumah ditentukan berdasarkan pintu utama rumah tersebut menghadap.




Pada contoh gambar, nomor rumah A adalah 15. Sedangkan rumah B yang besar, walaupun dia melewati beberapa nomor sekaligus, tetapi karena pintu utamanya di nomor kapling 4, maka nomor rumah B adalah 4.

Teknis penomoran kapling ini yang mungkin di Indonesia baru dilakukan di kompleks perumahan-perumahan baru saja. Penomoran tergantung kepada pengembang (developer) perumahan. Sedangkan di kampung-kampung, desa ataupun kelurahan yang sudah lama ada, masih memakai penomoran RT/RW. Tetapi secara nasional belum ada standar UU-nya.

Jadi, di Jepang, bila nama kelurahan/desa di gambar diatas adalah Akane, di kota Hachioji, kabupaten Tokyo; maka contoh sistem penulisan alamat di Jepang untuk alamat rumah B adalah: "3-4 Akane Hachioji Tokyo", kemudian ditambahkan 7 digit nomor kode pos (dibaca "kabupaten Tokyo, kota Hachioji, kelurahan Akane, blok 3, bangunan nomor 4). Sedangkan alamat rumah A adalah "3-15 Akane Hachioji Tokyo".

Bila seandainya gedung B adalah berupa apartemen yang terdiri dari banyak kamar, maka di alamat tersebut di atas tinggal ditambahkan nama apartemen dan nomor kamarnya. Misalnya "Sunview R.510, 3-4 Akane Hachioji Tokyo" yang bisa dibaca "gedung bernama Sunview, ruang 510 (lantai 5 kamar nomor 10), di kelurahan Akane blok 3, bangunan nomor 4, di kota Hachioji kapubaten Tokyo".

Nama Perempatan Lebih Bermanfaat

Penamaan jalan di Jepang, lebih banyak dipakai untuk jalan-jalan utama, jalan besar, atau jalan-jalan yang memang sudah ada sejak jaman samurai dulu. Jaraknya pun ada yang sampai beratus kilometer. Beberapa puluh tahun terakhir, Jepang lebih suka menomori jalan-jalan yang dibangun oleh negara, dibandingkan dengan memberi nama. Mungkin meniru Amerika.

Mana yang lebih mengandung banyak informasi, nama jalan, nomor rumah ataukah nama perempatan? Jawabnya, nama perempatan! Tidak semua jalan di Jepang mempunyai nama, tetapi hampir setiap perempatannya mempunyai nama. Nama perempatan ditempel di samping lampu-lampu lalu lintas yang terpasang di perempatan. Juga tertulis di buku-buku peta jalan, termasuk peta jalan versi digital yang dipakai dalam sistem navigasi mobil. Informasi perempatan sangat lebih bermanfaat dibandingkan informasi nama jalan.

Bertanyalah kepada tiang listrik yang berdiri tegak


Untuk lebih mempermudah bagi orang asing atau pendatang baru di suatu tempat, untuk membantu mempermudah dalam menemukan alamat, maka banyak informasi tentang nama desa/kelurahan dan nomor blok-nya yang tertempel di tiang-tiang listrik di pinggir jalan.

Ukuran standar plat-nya adalah 120 x 36 cm, yang bagian atas dipakai untuk iklan, dan yang bagian bawah (20 x 36 cm) adalah informasi alamat, nama desa dan nomer bloknya. Jadi ada hubungan simbiose mutualisme antara beberapa pihak, PLN dapat memperoleh penghasilan dari pemasang iklan, pemasang iklan selain memperkenalkan produknya juga memberikan manfaat kepada orang-orang yang sedang mencari alamat di daerah sekitar itu .

Dengan UU standardisasi alamat, maka pemberian nama-nama jalan yang secara masif dilakukan oleh masyarakat Indonesia sampai ke gang-gang kecil, yang nama jalan tersebut hanya familier untuk masyarakat setempat saja- akan dapat distandarkan ke dalam aturan yang mudah untuk menemukan alamat di seluruh Indonesia.

Dengan aturan standar alamat yang jelas, percetakan peta atau map pun akan semakin meningkat, yang akan sangat memudahkan semua orang untuk menemukan alamat yang dituju, mengefisienkan waktu, tenaga dan bahan bakar alat transpot tukang pos dan kurir dalam pendistribusian surat dan paket, juga sangat bermanfaat untuk polisi, ambulan dan pemadam kebakaran.

Bila memang baik, kenapa kita tidak tiru aturan standardisasi alamat di Jepang untuk dipakai di Indonesia.